MAKALAH
“SEJARAH
MADRASAH NIZAMIYAH DI BAGHDAD”
Disusun
guna memenuhi tugas UTS :
Mata Kuliah :
SPI (Sejarah Pendidikan Islam)
Dosen Pengampu :
Drs. Ahmad Zaeni, M. Ag
Disusun
Oleh :
Tri Istiani (202 111 0057)
Kelas B
TARBIYAH
PAI
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2011
PENDAHULUAN
Sebelum berdirinya
Madrasah kaum muslimin pada masa itu telah mengenal beberapa institusi
pendidikan. Yakni masjid, kuttab, toko, buku, rumah dan lain-lain. Madrasah
menurut sebagian ahli sejarah, pertama kali dikenal didunia Islam pada masa dinasti
saljuq. Penggagas pendirinya adalah salah seorang wazier terkenal dinasti
saljuq yang bernama Nizam al Mulk (465-485 H).
Berdirinya madrasah
merupakan tonggak baru dalam penyelenggaraan pendidikan Islam dan untuk
membedakannya dengan era pendidikan Islam sebelumnya. Madrasah sudah menjadi
fenomena yang menonjol sejak awal abad ke 11-12 (abad 5H) khususnya ketika
wazir Bani saljuk, Nizam al Mulk mendirikan madrasah Nizhamiyah di Baghdad.
Walaupun bukan berarti ia orang pertama yang mendirikan madrasah tetapi ia
berjasa dalam mempopulerkan pendidikan madrasah bersamaan dengan reputasinya
sebagai wazir. Disamping itu lembaga madrasah ini dianggap sebagai prototype
awal pembangunan lembaga pendidikan tinggi setelahnya. Menimbang bahwa lembaga
pendidikan madrasah ini merupakan salah satu bentuk lembaga pendidikan tinggi
Islam, dan merupakan lembaga pendidikan resmi dimana pemerintah terlibat
didalamnya.
Dalam makalah ini akan
menjelaskan sejarah dari Madrasah Nizamiyah atas tujuan apa didirikan dan
bagaimana sistem pendidikan pada Madrasah Nizamiyah saat itu.
PEMBAHASAN
A.
Kelahiran Madrsah Nizamiyah
Madrsah
Nizamiyah yang pertama didirikan terletak di Baghdad Ibu Kota dan pusat pemerintahan Islam pada
waktu itu. Madrsah Nizamiyah ini didirikan dekat pinggir sungai Dirjah di
tengah-tengah pasar Selasah di Baghdad. Mulai dibangun pada tahun 457 H / 1065
M dan selesai dibangun pada tahun 459 H (2 tahun lamanya baru selesai) yang
didiriakan pada masa pemerintahan Bani Saljuq oleh Perdana Menteri (Wazir)
Ghawan Al Din Abu Ali Hasan Ibn Ishaq Khauja, yang dikenal dengan panggilan
akrab Nizam Al Mulk (1018 – 1092 M).[1]
Nizam
Al Mulk adalah ilmuan muslim yang mengarang buku siasat nama, suatu karya yang
oleh Mehdi Nakosteen dinilai sebagai karya klasik di bidang pendidikan Islam.[2] Nizam Al
Mulk pernah ke Nisabur dan menuntut Ilmu pada ulama Madzhab Syafi’i Hibatullah Al Muwaffaq. Ayahnya adalah
seorang pegawai pemerintahan Gaznawi di Tus, Khurasan. Ketika sebagian besar
Khurasan jatuh ke tangan pasukan Salajikah
di Gazna, Nizam Al Mulk bekerja pada sebuajh kantor pemerintah Mahmud Gaznawi.
Nizam Al Mulk juga dikenal sebagai Perdana Menteri yang berpaham Asy’ariyah dan
mengusahakan penyebarannya melalui Madrasah-madrasah di beberapa kota dalam
wilayah Salajikah.
Madrasah-madrasah
yang didirikan oleh Nizam Al Mulk
disebut dengan Madrasah Nizamiyah, suatu penamaan yang menisbatkan nama
pendirinya. Kemasyhuran Madrasah ini sangat dikenal di seluruh wilayah Islam.
Keberadaannya dapat ditemui hampir di setiap kota, antara lain di Baghdad,
Balkh, Naisabur, Herat (Iran), Basrah, Isfahan, Merv, Mosul (Irak), dan
sebagainya. Mulanya ia hanya membangun beberapa madrasah. Kemudian, tatkala ia
pergi ke suatu daerah dan menemukan orang yang berpengetahuan luas dan cukup
dikenal, maka di tempat itu pula Nizam Al Mulk membangun madrasah baru. Orang
yang ditemuinya tersebut kemudian diangkat sebagai pengajar.[3]
Usaha
Nizam Al Mulk mendirikan madrasah dan lembaga keagamaan lainnya mendapat
dukungan dari ulama-ulama yang bermaqdzhab Syafi’i dan dalam teologi beraliran
Asy’ariyah. Para ulama tersebut bergembira dengan naiknya Nizam Al Mulk dan
kebijaksanaannya mengembalikan nama baik ulama-ulama Asy’ariyah yang dikutuk
oleh perdana menteri Al Kunduri pada masa Sultan Tugril Beq. Pada masa Al
Kundurialiran Asy’ariyah bersama dengan Rafidiah dikutuk melalui mimbar-mimbar
masjid, sehingga banyak ulama yang melarikan diri, seperti Imam al Haramaian
Abu Ma’ali Al Juwaini dan Al Qusyairi.[4]
Pada
masa itu, madrasah Nizamiyah icatat sebagai tempat pendidikan yang paling
masyhur. Sehingga kota-kota yang terdapat madrasah Nizamiyahnya menjadi
pusat-pusatstudi keilmuan dan menjadi terkenal di dunia Islam pada masa itu.
Para pelajar berdatangan dari berbagai daerah untuk mencari ilmu dan madrasah-madrasah
Nizamiyah tersebut. Kesungguhan Nizam Al
Mulk dalam membina madrasah-madrasah yang didirikannya itu tercermin pada
kesediaannya menyisihkan waktunya untuk melakukan kunjungan ke
madrasah-madrasah Nizamiyah di berbagai kota tersebut. Disebutkan bahwa dalam
kesempatan kunjungannya tersebut, ia dengan penuh perhatian ikut menyimak dan
mendengarkan kuliah-kuliah yang diberikan, sebagaimana ia juga ikut
mengemukakan pikiran-pikirannya di depan para pelajar di madrasah itu.
B.
Tujuan Pendirian Madrasah Nizamiyah
Ada
beberapa tujuan atau motif atau didirikannya madrasah Nizamiyah, berikut
penjelasannya.
Pendidikan
adalah sebuah aktivitas sosial. Ia harus berada dan terjadi di tengah-tengah
masyarakat atau komunitas sosial. Masyarakat sebagai objek sekaligus sebagai
subjek pendidikan dari waktu ke waktu terus menerus betambah jumlahnya. Dengan
bertambahnya anggota masyarakat secara otomatis akan meningkat pula kebutuhan
dan tuntutan kehidupan yang harus dipenuhi. Pendidikan adalah bagian dari
kahidupan manusia dan sekaligus merupakan kebutuhannya yang harus dipenuhi.
Karena jumlah anggota masyarakat semakin hari semakin bertambah, maka kebutuhan
terhadap pendidikan bukan lagi persoalan individual tetapi sudah merupakan
persoalan massal. Bila sudah menajdi persoalan massal, tentu perlu dicarikan
lembaga pendidikan yang memenuhi tubtutab dan kebutuhan massal. Sehingga
didirikanlah madrasah yang pada saat itu madrasah merupakan lembaga atau
institusi yang representatif untuk
memenuhi tuntutan dan kebutuhan tergadap pendidikan yang sudah bersifat massal.[5]
Dinasti
Saljuq (447 – 656 H / 1055 – 1258 M) memiliki wilayah kekuasaan yang sangat
luas. Masyarakat yang berada di wilayahnya tentu jumlahnya banyak pula. Mereka
memiliki latar belakang yang berbeda agama, suku bangsa, sosial dan budaya.
Meskipun berbeda-beda, mereka adalah rakyat atau penduduk yang menetap di
wilayah kekuasaan Dinasti Slajuq. Mereka harus disantuni dan dipenuhi seluruh
kebutuhannya termasuk kebutuhan pendidikannya. Tentunya mdrasah merupakan institusi
laternatif untuk mengatasi persoalan pendidikan seperti itu.
Tujuan utama pembangunan
Madrasah Nizamiyah di Baghdad adalah untuk mengajarkan hukum Madzhab
Syafi’idengan penekanan pada pengajaran fiqih dan teologi. Menurut Azra,
Madrasah tersebut mempunyai komitmen kuat untuk berpegang teguh kepada doktrin
Asy’ariyah dalam teologi Islam (kalam) dan ajaran syafi’i dalam hukum Islam
(fiqih). Karenanya Madrasah Nizamiyah dapat dikatakan sebagai madrasah sunni.
Selain tujuan utama tersebut pembangunan Madrasah Nizamiyah juga berdasarkan
pada beberapa motif.
Dalam hal ini, Hasan
Asari, menyebutkan ada empat motif yaitu[6] :
1.
Pendidikan/ sebagai politisi, Nizam al Mulk juga seorang sarjana sehingga
perhatiannya pada dunia pendidikan berupa pembangunan madrasah merupakan hal
yang pantas dan wajar.
2.
Konflik antar kelompok keagamaan/ sebelum Nizam al Mulk berkuasa, kedudukan
perdana menteri dipegang oleh al Kunduri yang beraliran Mu’tazilah. Salah satu
kebijakan al Kunduri adalah mengusir dan menganiaya penganut Asy’Ariyah. Ketika
Nizam al-Mulk menjabat sebagai perdana menteri, ia juga harus berhadapan dengan
kelompok Mu’tazilah. Dalam konteks ini, oleh Nizam al Mulk pembangunan madrasah
dimaksudkan sebagai salah satu usaha untuk melawan kelompok Mu’tazilah.
3.
Pendidikan bagi pegawai/ sebagai seorang wazir, Nizam al-Mulk menjalankan
sistem administrasi negara secara sentralistik. Penduduk yang dipimpinnya
memiliki latar belakang suku bangsa, budaya dan agama yang bervariasi. Atas
kenyataan ini, pendidikan di madrasah dimaksudkan untuk menghadirkan para
lulusan yang memiliki kesamaan visi guna mendukung Pemerintahannya.
4.
Politik/ bagi Nizam al-Mulk, Madrasah Nizamiyah juga berfungsi sebagai alat
politik. Dengan madrasahnya, ia berusaha membangun hubungan baik dengan para
ulama dan masyarakat sehingga posisi Pemerintahannya tetap stabil.
Tentang motif pendirian
madrasah ini Ahmad Syalabi salah seorang pakar sejarah pendidikan Islam,
menjelaskan bahwa pendirian madrasah pada Dinasti saljuq itu merupakan
konsekuensi logis dari pertambahan jumlah murid atau peserta didik pada masa
pertumbuhan dan perkembangan Islam. Karena jumlah murid terus bertambah maka
sistem pendidikan pun harus berubah dari perhatiannya yang cenderung dan
berorientasi individual menjadi cenderung dan berorientasi massal. Dengan
penjelasan diatas pendirian Madrasah Nizamiyah oleh Nizam al-Mulk bisa dipahami
dan di mengerti dari sisi motivasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap
pendidikan yang semakin luas.[7]
Pendirian Madrasah
Nizamiyah itu, disamping memiliki motif kependidikan juga memiliki motif atau
kepentingan politik Dinasti Saljuq sendiri pada masa itu. Dinasti Buwaihi yang
menguasai kekhalifahan Abbasiyah saat itu dan kemudian ditaklukkan oleh Dinasti
Saljuq, menganut aliran keagamaan Syi’i dan berusaha menanamkan pengaruh aliran
itu di t6engah-tengah masyarakatnya melalui propaganda termasuk melalui
aktivitas kependidikan. Dinasti Saljuq sendiri menganut aliran keagamaan Sunni.
Aliran Sunni dan Syi’i memiliki doktrin atau ideologi politik yang berbeda.
Bagaimana caranya agar pengaruh aliran Syi’i peninggalan Dinasti Buwaihi yang
ada ditengah-tengah masyarakat itu menjadi berkurang atau lenyap sekali, untuk
mengatasinya, Dinasti Saljuqmelakukan propaganda tandingan. Salah satunya melalui
institusi pendidikan madrasah. Karena itu madrasah didirikan di seluruh wilayah
kekhalifan Abbasiyah yang dikuasai oleh Dinasti Saljuq. Sebagai contoh,
Universitas Nizamiyah di Baghdad didirikan untuk menandingi Universitas
al-Azhar di Kairo yang dikuasai oleh Dinasti Fatimiyah yang beraliran Syi’ah.
Selain kepentingan politis
ideologis ada kepentingan lain dari pendirian madrasah pada dinasti saljuq ini.
Periode dinasti saljuq dalam kekhalifahan Abbasiyah merupakan awal mula
masuknya pengaruh kebudayaan Turki, sebelumnya kekhalifahan Abbasiyah pernah
dipengaruhi oleh kebudayaan Arab dan Persia, ke dalam kekhalifahan Abbasiyah.
Keterlibatan pemerintah dengan berbagai kepentingannya dalam aktivitas
kependidikan merupakan fenomena yang menarik dari Dinasti Saljuq. Institusi
pendidikan yang bernama madrasah ini memang cukup fenomenal pada masa ini.
Madrasah didirikan secara besar-besaran di seluruh penjuru negeri terutama di
kota-kota yang menjadi titik pusat perkembangan peradaban waktu itu seperti
Bahgdad, Nisapur, Balk dan lain-lain.
Ada beberapa alasan yang
bisa dikemukakan mengapa pemerintahan Saljuq ini sangat antusias sekali dalam
mendirikan madrasah-madrasah yakni[8] :
· Untuk mengambil hati
rakyat
Para pembesar Turki yang
berkuasa dalam Dinasti Saljuq terutama dalam lapangan militer, mereka bukan
bangsa Arab dan bukan keturunan Nabi Muhammad SAW. Agar masyarakat bisa simpati
dan memberikan dukungannya kepada pemerintah maka salah satu caranya adalah
dengan jalan memajukan agama dan mendukung aktivitas pendidikan untuk
masyarakatnya. Perwujudan dari keinginan ini adalah didirikannya madrasah di
berbagai tempat seperti di Baghdad (oleh Nizam al-Mulk dan Addud-Daulah) di
Mesir (oleh Ibn Thuln dan Shalahuddin),
di Siria (oleh Nuruddin) dan sebagainya.
· Untuk mengharapkan pahala
dan ampunan dari Tuhan
Para pejabat pemerintah
saat itu telah banyak melakukan penyimpangan. Mereka dengan kekuasaan dan
kekayaan yang ada ditangannya, bukan melakukan pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakatnya melainkan hanya hidup berpesta pora dan bermewah mewahan. Karena
itu mereka beramal menyiarkan agama dengan mendirikan madrasah madrasah untuk
kepentingan pendidikan masyarakat. Dengan cara ini mereka berharap mendapat
ampunan dan keridhaan Allah SWT.
· Untuk memelihara kehidupan
anaknya di kemudian hari
Para pejabat Turki yang
menjadi wali dalam satu wilayah telah menjadi kaya raya dengan hasil bumi dan
kekayaan yang dipungut dalam wilayahnya. Mereka khawatir, kalau mereka mati
harta kekayaan mereka itu akan diambil begitu saja oleh sultan sehingga
anak-anak keturunan mereka menjadi terlantar dan miskin. Oleh karena itu mereka
wakafkan harta kekayaannya. Diantara syarat wakaf itu adalah mereka tetapkan
bahwa pengurus (nazir) wakaf itu ialah anak mereka sendiri, turun temurun sampai
kepada anak cucunya dengan mendapat bagian yang tertentu dari wakaf itu. Dengan
demikian terjaminlah kehidupan anak-anak mereka dan cucunya karena harta wakaf
itu tidak dapat di ganggu gugat oleh siapa pun juga.
· Untuk memperkuat aliran
keagamaan Pemerintah
Pada masa
itu telah timbul aliran-aliran keagamaan yang saling bertentangan seperti Syi’i
dan Sunni. Orang-orang Turki yang menguasai kekhalifahan Abbasiyah menganut
aliran Sunni. Agar kekuasaan mereka itu tetap bertahan, tentunya harus di
topang oleh ideologi yang dianut oleh Pemerintah. Karena itu, didirikanlah
madrasah-madrasah sebagai alat propaganda dan indoktrinasi ideologi didalam
wilayah-wilayah yang dikuasai oleh orang-orang Turki Saljuq ini.
Dari
uraian-uraian diatas tampak sekali bahwa pendirian madrasah pada masa Dinasti
Saljuq ini sangat sarat dengan kepentingan Pemerintah atau penguasa.
Kepentingan politis ideologis penguasa tampaknya sangat dominan disamping
kepentingan kependidikan agama dan kepentingan pribadi para penguasa saat itu.
Tujuan
madrasah Nizamiyah ini juga dapat dilihat sebagai suatu reaksi terhadap gerakan
Syi’ah di Arab belahan barat atau juga terhadap rekayasa lembaga kependidikan
Hanafiyah yang sudah mapan sebelumnya di Nisapur. Betapapun berdirinya Madrasah
Nizamiyah merupakan satu simbol kemenangan Sunni dan juga merupakan salah satu
cara manis Nizam Al Mulk dalam menangani konflik-konflik internal masyarakat
yang ada. Berdasarkan asumsi ini, tidaklah berlebihan jika disimpulkan lebih
jauh bahwa tujuan madrasah ini paling tidak mempunya dua point, yakni untuk
memperkuat ideologi Syafi’i-Asy’ari di satu sisi dan membendung serangan dari
pihak lain, seperti dari Hanbaliyah, Hanafiyah, Syi’ah dan Mu’tazilah dari sisi
lain. Untuk mendukung roda pemerintahan Nizam adalah satu kemungkinan, tetapi
hal itu tampaknya lebih merupakan strategi Nizam sendiri daripada tujuan
madrasah sebagai sebuah lembaga.
Lembaga
pendidikan ini mendorong ajaran-ajaran Syafi’i-Asy’ari terbukti dengan hadirnya
sejumlah tokoh kenamaannya, seperti Abu Ishaq al-Shirasi, Al-Ghozali dan
tokoh-tokoh sholeh lainnya. Disamping satu pusat Madrasah Nizamiyah di Baghdad,
paling tidak masih ada sembilan Madrasah Nizamiyah lainnya yang tersebar dari
Jazirah Ibn-Umar sampai Nishapur. Keberhasilan pengajaran madrasah-madrasah ini
bisa diketahui dari laporan Abu Ishaq al-Shirazi yang menyatakan bahwa selama
melakukan perjalanan dari Baghdad sampai Khurasan, ia menemukan murid-muridnya
(Syafiyyah) sudah menduduki jabatan-jabatan penting, seperti Qadli, Mufti atau
Khatib.
Madrasah
Nizamiyah di Nishapur dibangun untuk ulama kenamaan Juwaini, Imam al-Haramayn.
Tokoh Syafi’i-Ash’ari ini menjadi lebih radikal karena dia pernah diasingkan
oleh al-Kunduri. Juwaini, tokoh sentral Madrasah Nizamiyah Nishapur adalah
contoh menarik untuk memahami bagaimana madrasah ini bertujuan mempertahankan
ajaran-ajaran Asy’ariyah.
Dari
penjelasan di atas, dapat dilihat multi
motivasi yang mendasari kelahiran madrasah, yaitu selain motivasi agama, dan
motivasi ekonomi karena berkaitan dengan ketenagakerjaan, juga motivasi
politik. Dengan berdirinya madrasah, maka pendidikan Islam memasuki periode
baru, yaitu “pendidikan menjadi fungsi bagi negara dan sekolah-sekolah di
lembagakan untuk tujuan pendidikan sektarian dan indoktrinasi politik”.[9]
Kebijakan
seperti yang terjadi pada kasus Madrasah Nizamiyah ini ternyata dilanjutkan
oleh pemerintah berikutnya, yaitu pemerintahan Al Mustanshir, Nuruddin Zanky
dan Shalahuddin Al Ayyubi. Kelihatannya mereka mengikuti jejak Nizam Al Mulk
dengan memasukkan ke dalam madrasah kepentingan-kepentingan seperti di atas.
Selama masa
hidupnya, Nizam Al Mulk secara ketat mengontrol semua madrasah Nizamiyah,
termasuk di dalamnya sistem pendanaan madrasah yang berasal dari wakaf
pemerintah. Kontrol atas madrasah tersebut dimuat dalam dokumen wakaf madrasah
Nizamiyah. Substansi dari dokumen tersebut, sebagaimana diungkapkan oleh A.S.
Tritton adalah sebagai berikut :[10]
* Madrasah Nizamiyah adalah
wakaf yang disediakan untuk kepentingan Madzhab Syafi’i
* Harta benda yang diwakafkan
kepada Madrasah Nizaniyah adalah demi kepentingan penganut Mazhab Syafi’i
* Pejabat-pejabat utama
madrasah Nizamiyah harus bermazhab Syafi’i
* Madrasah Nizamiyah hatus
memiliki seorang tenaga pengajar di bidang kajian Alqur’an dan Bahasa Arab
* Setiap staf menerima bagian
tertentu atas penghasilan yang bersumber dari harta wakaf Madrasah Nizamiyah.
C.
Sistem Pendidikan Madrasah Nizamiyah Baghdad
Berikut secara sederhana akan dibahas komponen-komponen
yang terdapat pada Madrasah Nizamiyah yang dianggap sebagai model bagi sistem
pendidikan modern :[11]
1.
Tujuan Pendidikan Madrasah Nizamiyah Baghdad
Menurut Abdul Majid
Abdul Futuh dalam buku karya (Abuddin Nata, 2004 : 65) tujuan pendidikan
Madrasah Nizamiyah : pertama mengkader calon-calon ulama yang menyebarkan pemikiran
Sunni untuk menghadapi tantangan pemikiran Saji’ah. Kedua : menyediakan
guru-guru Sunni yang cukup untuk mengajarkan madzhab Sunni dan menyebarkannya
ke tempat lain. Ketiga : membentuk kelompok pekerja Sunni untuk berpartisipasi
dalam menjalankan pemerintah, memimpin kantornya, khususnya di bidang peradilan
adnn manajemen.
2.
Kurikulum dan Metode Pengajaran Madrasah Nizamiyah
Baghdad
Kurikulum berpusat pada
Alqur’an (membaca, menghafal dan menulis), sastra Arab sejarah Nabi saw dan
berhitung. Dengan menitik beratkan pada madzhab syafi’i dan sistem teologi
Asyariyah. Seorang tenaga pengajar di Nizamiyah selalu dibantu oleh dua orang
pelajar (mahasiswa) yang bertugas membaca dan menerangkan kembali kuliah yang
telah diberikan kepada mahasiswa yang ketinggalan.
Mahmud Yunus mengatakan bahwa
kurikulum Madrasah Nizamiyah tidak diketahui dengan jelas. Namun dapat
disimpulkan bahwa materi-materi ilmu sejarah diajarkan di sini, sedangkan ilmu
hikmah ( filsafat ) tidak diajarkan. Fakta-fakta yang mendukung pernyataan ini
adalah : a) tak seorang pun ahli-ahli sejarah yang mengatakan bahwa diantara
materi pelajaran yang diajarkan di Madrasah Nizhamiyah adalah ilmu kedokteran,
ilmu falak dan ilmu pasti. Tetapi mereka hanya menyebut gahwa diantara materi
pelajarannya adalah nahwu, ilmu kalam dan ilmu fiqih. b) guru-guru yang
mengajar di Madrasah Nizamiyah adalah ulama-ulama syari’ah seperti : Abu Ishaq
al-syarazi, al-Ghazali, al-Qazwaini ibn al-Jauzi dll. Tidak dikatakan juga
bahwa di sana ada guru filsafat. Maka Madrasah Nizamiyah adalah madrasah
syari’ah bukan madrasah filsafat. c) pendiri madrasah Nizamiyah itu bukanlah
orang yang membela filsafat dan bukan pula orang yang membantu pembebasan
fislafat. d) zaman berdiri Madrasah Nizamiyah bukanlah zaman keemasan filsafat
melainkan zaman penindasan terhadap filsafat.
Dengan terfokusnya pengajaran
di Madrasah Nizamiyah kepada ilmu-ilmu syari’ah, tentulah ilmu fiqih mendapat
prioritas utama. Pembahsan fiqih yang menyangkut hampir semua masalah-masalah
kemasyarakatan, memang tepat sebagai bekal untuk calon-calon biroksat atau
pemimpin masyarakat kala itu. Pengajaran
Disamping fiqih dan tauhid,
cabang-cabang ilmu agama yang lain, seperti Ushul fiqh, ilmu-ilmu Alqur’an,
hadist Nabi, Akhlaq, sangat mungkin sekali diajarkan di situ. Alasannya adalah
bahwa setiap Muslim wajib, fard al-‘ain, mempelajari ilmu-ilmu tersebut. Iman
al-Ghazali menekankan pentingnya kewajiban ini dalam karyanya al-ulum al-Din.
Masuk akal bahwa al-Ghazali mengalamatkan kewajiban belajar kepada siswa-siswinya
di Baghdad karena dia menulis beberapa bukunya sambil mengajar di Madrasah itu.
masuk akal juga bahwa cabang-cabang ilmu agama yaan lain seperti nahwu, sharaf,
adab (literatur) juga disajikan di situ meskipun ilmu-ilmu itu hanya sebagi
pelengkap.
Agaknya Madrasah Nizamiyah
mempunyai kurikulum yang menekankan supremasi fiqih. semua cabang ilmu agama
yang lain diperkenelkan dalam rangka menopang superioritas dan penjabaran hukum
Islam. Pendidikan serba fiqih adalah ciri yang menonjol dalam pendidikan sunni
muslim abad ke-11. Sebagaimana yang terungkap dalam sejarah, pola pendidikan
semacam ini terus berlanjut dari abad ke abad. Jadi tidaklah berlebihan jika
dikatakan bahwa Madrasah Nizamiyah benar-benar menjadi model pendidikan
Madrasah pada masa klasik dan pertengahan Islam.
3.
Tenaga Pengajar dan Pelajar Madrasah Nizamiyah Baghdad
Madrasah Nizamiyah merupakan
lembaga pendidikan tinggi yang mengajarkan pendidikan tingkat tinggi pula. Oleh
karena itu, pemilihan guru-guru yang mengajar di Madrasah ini sangat selektif.
Ulama-ulama terkemuka pada waktu itu dan guru-guru besar yang termasyhur dan
mempunyai kompetensi di bidangnyalah yang dipilih untuk mengajar. Status
guru-guru tersebut ditetapkan dengan pengangkatan oleh khalifah dan bertugas
dalam masa tertentu.
Menurut Mahmud Yunus dalam buku karya (Samsul
nizar, 2007:164) guru-guru yang memberikan pelajaran di Madrasah Nizamiyah
antara lain yaitu :
1.
Abu Ishak al-Syirazi
2.
Abu Nashr al-Shabagh
3.
Abu Kosini al-A’lawi
4.
Abu Abdullah al-Thabari
5.
Abu Hamid al-Ghazali
6.
Radiyud Din al-Qazwaini
7.
Al-Firuzabadi
Nizam Al-Mulk juga menyediakan beasiswa untuk
mahasiswa dan memberi mereka fasilitas asrama. Mereka yang tinggal di asrama
diberi belanja secukupnya. Ia memberi bantuan untuk semua pelajar tanpa
mengharap kemabil, dan seluruh biaya pendidikan di situ gratis.
4.
Pendamaian dan sarana Madrasah Nizhamiyah Bghdad
Sebagaimana suatu lembaga
pendidikan, Madrasah Nizhamiyah memiliki sarana-sarana yang sukup lengkap,
antara lain ruang belajar dalam jumlah banyak, ruang perpustakaan yang cukup
besar, sejumlah asrama untuk pelajar, staf dan para gurunya, dan juga saru
Masjid yang terletak tidak jauh dari lokasi Madrasah. Tidak terlalu berlebihan
jika dikatakan Madrasah Nizhamiyah merupakan lembaga pendidikan Islam yang
sangat modern pada masanya.
Sumber dana yang paling lazim
bagi pembangunan Madrasah adalah lembaga wakaf, sebuah cara tradisional dalam
Islam untuk mendukung lembaa yang melayani kebutuhan masyarakat umum (Abuddin
Nata, 2004 : 70).
Dalam pembangunan Madrasah,
Wazir Nizam Al-mulk menyediakan dana wakaf untuk membiayai mudarris, imam dan
juga mahasiswa yang menerima beasiswa dan fasilitas asrama. Dengan dana itu, ia
mendirikan madrasah-madrasah Nizhamiyah di hampir seluruh wilayah kekuasaan
Bani saljuk saat itu, mendirikan perpustakaan dengan lebih 6.000 jilid buku
lengkap dengan katalognya.
Nizam Al-mulk
telah menetapkan anggaran belanja untuk madrasah-madrasah Nizhamiyah banyaknya
600.000 dinar. Untuk madrasah nizamiyah baghdad saja ditetapkan sepersepuluhnya
yaitu enam puluh ribu dinar tiap-tiap tahun.[12]
D.
Pengaruh Madrasah Nizhamiyah
A.L.
Tibawi dalam hal ini menyebutkan bahwa eksklusive madrasah telah memberikan
pengaruh (influence) pada masyarakat, baik bidang politik, ekonomi, maupun
bidang sosial keagamaan.
Nizam
al-mulk dalam kaitan ini dikenal sebagai pejabat pemerintah yang memiliki andil
besar dalam pendirian dan penyebaran madrasah, kedudukan dan kepentingannya
dalam pemerintahan merupakan sesuatu yang sangat menentukan juga. Dalam batas
ini memang madrasah merupakan kebijakan religio-politik penguasa.
Dalam
bidang ekonomi, madrasah Nizhamiyah disamping sebagai lembaga untuk mengajarkan
ilmu syariah dalam rangka mengembangkan ajaran sunni, memang dimaksudkan pula
untuk memepersiapkan pegawai pemerintah, khusunya di lapangan hukum dan
administrasi. Dengan demikian madrasah telah menjanjikan lapangan kerja.
Dari
segi sosial keagamaan, Madrasah Nizhamiyah diterima oleh masyarakat karena
sesuai dengan lingkungan dan keyakinannya. Faktor-faktor penerimaan tersebut antara
lain : pertama, ajaran yang diberikan di Madrasah Nizhamiyah adalah ajaran
Sunni, yang dianut sebagian besat masyarakat waktu itu. kedua, para pengajar di
Madrasah Nizhamiyah adalah para ulama yang terkemuka. Ketiga, materi pokok yang
diajarkan di Madrasah ini adalah al-fiqh yang dianggap sesuai dengan kebutuhan
masyarakat umumnya dalam rangka hidup dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran
dan keyakinan mereka.[13]
E.
Ide-ide dari tokoh pendidikan Nizhamiyah
Di
sini yang dicantumkan hanya ide-ide al-Ghazali yakni tentang metode ajar
mengajar.
1.
Memperhatikan tingkat daya pikir anak
2.
Menerangkan pelajaran dengan jelas
3.
Mengajarkan ilmu pengetahuan dari yang konkrit kepada yang abstrak
4.
Mengajarkan ilmu pengetahuan dengan cara berangsur-angsur.
Ide Al-Ghazali mengenai
asas mengajar ini perlu diperhatikan dan disesuaikan dalam melaksanakan proses
belajar-mengajar, disamping ada inovasi dari guru dalam melaksanakan proses
belajar mengajar, disamping ada inovasi dari guru dalam pendidikan bertentangan
dengan prinsip-prinsip pendidikan Islam.
Selanjutnya ide al-Ghazali
tentang pendidikan anak sebagai berikut :
1.
Seorang pendidik harus memberikan segala macam nasihat kepada peserta didik
dan mencegah hal-hal yang buruk dengan sindiran bukan dengan cara kasar.
2.
Bila sukar bagi ank-anak untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk
sekaligus, hendaklah berusaha meninggalkan secara berangsur-angsur.
3.
Setiap tingkah laku baik yang dilakukan si anak harus diberi hadiah,
sebaiknya sedikit mungkin mencela atau memarahi anak bila melakukan kesalahan.
4.
Anak-anak harus dibiasakan dengan akhlak yang baik dan dilarang bertemu
dengan anak-anak jahat.
5.
Anak harus dibiasakan untuk tidak berlebihan dalam makan, pakaian dn tidur.
6.
Anak-anak harus mendapatkan kesempatan yang cukup untuk latihan-latihan
jasmani dan permainan yang menarik.
7.
Semua pihak tidak boleh dilayani secara bersamaan dalam bidang pendidikan
tetapi dilayani sesuai dengan pembawaan dan tingkat kemampuannya.
Sejalan dengan ide di
atas, al-Ghazali mengemukakan sifat-sifat yang harus dimiliki seorang pendidik,
adalah sebagai berikut :
1.
Pendidik hendaknya memandang peserta didik seperti anaknya sendiri,
menyayangi dan memperlakukan mereka seperti anak sendiri.
2.
Tidak mengharap upah dan pujian, tetapi hanya mengharap ridha Allah SWT.
3.
Memanfaatkan setiap peluang untuk memberi nasihat dan bimbingan kepada
peserta didik bahwa tujuan menuntut ilmu adalah untuk mendekatkan diri kepada
Allah, bukan untuk memperoleh kedudukan atau kebanggaan duniawi.
4.
Terhadap peserta didik yang bertingkah laku buruk, hendaknya pendidik
menegurnya sebisa mungkin dengan cara menyindir dan penuh kasih sayang, bukan
dengan terang-terang dan mencela, sebab teguran yang terakhir dapat membuat
peserta didik berani membangkang dan sengaja terus-menerus bertingkah laku
buruk.
5.
Tidak fanatik terhadap bidang studi yang diasuhnya, lalu mencela bidang
studi yang diasuh pendidikan lain.
6.
Memperhatikan perkembangan berpikir peserta didik agar dapat menyampaikan
ilmu sesuai dengan kemampuan berpikirnya.
7.
Memperhatikan peserta didik yang lemah dengan memberikannya pelajaran yang
mudah, jelas dan tidak menghantuiya dengan hal-hal yang sulit sehingga
membuatnya kehilangan kecintaan terhadap pelajaran.
8.
Pendidik hendaknya mengamalkan ilmunya dengan tidak sebaliknya, dimana perbuatannnya
bertentangan dengan ilmu yang diajarkan kepada peserta didik.
Dalam pendidikan (proses
belajar mengajar), al-Ghazali tidak saja memberikan sifat-sifat yang harus
dimiliki pendidik (guru) akan tetapi sebagai peserta didik juga harus memiliki sifat-sifat
tertentu yang merupakan syarat dasar bagi terwujudnya hasil pendidikan yang
baik, diantara sifat dan syarat peserta didik itu adalah sebagai berikut :
1.
Peserta didik harus memuliakan pendidik dan bersikap rendah hati atau tidak
takabur. Hal ini sejalan dengan pendapat al-Ghazali yang menyatakan menuntut
ilmu merupakan perjuangan berat yang menuntut kesungguhan yang tinggi dan
bimbingan dari pendidik.
2.
Peserta didik harus merasa satu bangunan dengan peserta didik lainnya, maka
harus saling menyayangi, menolong dan berkasih sayang sesamanya.
3.
Peserta didik harus menjauhi diri dari mempelajari berbagai mahzab yang
dapat menimbulkan kekacauan dalam pikiran.
4.
Peserta didik harus mempelajari tidak saja satu jenis ilmu yang bermanfaat
melainkan ia harus mempelajari berbagai ilmu lainnya dan berupaya
sungguh-sungguh mempelajarinya sehingga tujuan tercapai.
ide- ide
al-Ghazali diatas mengenai pendidikan anak, sangat cocok di lihat dari segi
psikologi, pendapat modern maupun dengan imu kesehatan. Kecocokan dengan
psikologi misalnya perlakuan terhadap anak-anak. Secara psikologi setiap anak
memunyai sifat atau karakter yang berbeda-beda, mudah tersinggung, pemarah,
pendiam dan lain-lain. Semua karakter ini dipengaruhi oleh lingkungan, oleh
sebab itu guru harus dapat menilai karakter setiap peserta didik.
Dalam hal pendapat modern tentang pelajar yang
berkembang saat ini, bahwa manusia dilahirkan dengan bakat yang
berbeda-beda,ada kemampuan anak yang tinggi, sedang dan rendah. Hal ini sesuai
dengan pendapat al-Ghazali agar memperlakukan anak sesuai dengan tingkat daya
pikir anak tersebut.
Ide-ide pendidikan seperti yang dikemukakan diatas
sangat berharga dalam pendidikan, baik bagi kepentingan anak maupun guru yang
semuannya mempunyai dampak pada diri dan lingkungan. Tidak dapat dipungkiri
pendapat al-Ghazali merupakan sumbangan yang besar dalam dunia pendidikan, ini
terbukti bahwa ia menjadi rujukan bagi peserta didik tidak hanya di dunia Islam
tetapi juga diluar Islam dengan adanya renaisance di Eropa.
Dari penjelasan diatas penulis menambahkan bahwa
corak madrasah Nizamiyah untuk zaman sekarang di negara kita ini tidak dapat
dikatakan sepenuhnya mengadopsi pendidikan Nizamiyah. Hal ini dilatar belakangi
oleh faktor historis seperti pengaruh zaman penjajahan dan lain sebagainya.[14]
PENUTUP
Simpulan
Nizhamiyah adalah sebuah
lembaga pendidikan madrasah yang didirikan pada tahun 1065-1067 oleh Nizam
al-Mulk pada masa Bani Saljuk. Madrasah ini didirikan di kota Baghdad dan
sekitarnya yang ditemui hampir di setiap daerah.
Motif pendirian Madrasah
sebagai institusi pendidikan tidak murni bermotif kependidikan. Ada motif
politik dan ideologi di ideologi di balik pendirian Madrasah oleh Dinasti
Saljuq. Yakni sebagai alat propaganda tandingan untuk mengeleminasi pengaruh
ideologi politik yang ada pada saat itu yang sewaktu-waktu dapat membahayakan
kelangsungan Dinasti Saljuq. Yakni ideologi Syi’ah yang dianut oleh Dinasti
Buwaihi yang baru saja ditaklukan oleh Dinasti Saljuq dan dinasti Fatimiyah di
Mesir.
Kurikulum Madrasah
Nizhamiyah juga kental dengan muatan ilmu-ilmu keagamaan bersi sunni (ilmu
fiqih, ushul fiqih, ilmu kalam, dan ilmu tafsir). Madrasah Nizhamiyah juga
mempunyai manajemen yang bagus, dikelola dengan baik seperti dapat dilihat dari
segi pandangan, gedung-gedung yang bagus dan jumlah yang banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Asari Hasan.1994.Menyingkap zaman keemasan
Islam:Kajian atas lembaga-lembaga pendidikan.Bandung:Mizan.cetakan I.
Idi Abdullah dan Toto Suharto.2006.Revitalisasi
Pendidikan Islam.Yogyakarta:Tiara wacana.
Maskum.1999.Madrasah;sejarah dan
perkembangannya.Jakarta:Logos wacana ilmu.
Nata, Abuddin.2004.Sejarah Pendidikan
Islam.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
Nizar, Samsul.2009.Sejarah Pendidikan
Islam.Jakarta:Kencana.
Suwito.2008.Sejarah Sosial Pendidikan
Islam.Jakarta:Kencana.
Yunus, Mahmud.1992.Sejarah Pendidikan
Islam.Jakarta:PT Hidakarya Agung.