Selasa, 26 Februari 2013

sejarah madrasah NIZAMIYAH di Baghdad



 
MAKALAH
“SEJARAH MADRASAH NIZAMIYAH DI BAGHDAD”

Disusun guna memenuhi tugas UTS :
Mata Kuliah                   : SPI (Sejarah Pendidikan Islam)
Dosen Pengampu           : Drs. Ahmad Zaeni, M. Ag


stain-Pekalongan

Disusun Oleh :
Tri Istiani (202 111 0057)
Kelas B
TARBIYAH PAI


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2011

PENDAHULUAN

Sebelum berdirinya Madrasah kaum muslimin pada masa itu telah mengenal beberapa institusi pendidikan. Yakni masjid, kuttab, toko, buku, rumah dan lain-lain. Madrasah menurut sebagian ahli sejarah, pertama kali dikenal didunia Islam pada masa dinasti saljuq. Penggagas pendirinya adalah salah seorang wazier terkenal dinasti saljuq yang bernama Nizam al Mulk (465-485 H).
Berdirinya madrasah merupakan tonggak baru dalam penyelenggaraan pendidikan Islam dan untuk membedakannya dengan era pendidikan Islam sebelumnya. Madrasah sudah menjadi fenomena yang menonjol sejak awal abad ke 11-12 (abad 5H) khususnya ketika wazir Bani saljuk, Nizam al Mulk mendirikan madrasah Nizhamiyah di Baghdad. Walaupun bukan berarti ia orang pertama yang mendirikan madrasah tetapi ia berjasa dalam mempopulerkan pendidikan madrasah bersamaan dengan reputasinya sebagai wazir. Disamping itu lembaga madrasah ini dianggap sebagai prototype awal pembangunan lembaga pendidikan tinggi setelahnya. Menimbang bahwa lembaga pendidikan madrasah ini merupakan salah satu bentuk lembaga pendidikan tinggi Islam, dan merupakan lembaga pendidikan resmi dimana pemerintah terlibat didalamnya.
Dalam makalah ini akan menjelaskan sejarah dari Madrasah Nizamiyah atas tujuan apa didirikan dan bagaimana sistem pendidikan pada Madrasah Nizamiyah saat itu.










PEMBAHASAN


A.    Kelahiran Madrsah Nizamiyah
Madrsah Nizamiyah yang pertama didirikan terletak di Baghdad  Ibu Kota dan pusat pemerintahan Islam pada waktu itu. Madrsah Nizamiyah ini didirikan dekat pinggir sungai Dirjah di tengah-tengah pasar Selasah di Baghdad. Mulai dibangun pada tahun 457 H / 1065 M dan selesai dibangun pada tahun 459 H (2 tahun lamanya baru selesai) yang didiriakan pada masa pemerintahan Bani Saljuq oleh Perdana Menteri (Wazir) Ghawan Al Din Abu Ali Hasan Ibn Ishaq Khauja, yang dikenal dengan panggilan akrab Nizam Al Mulk (1018 – 1092 M).[1]
Nizam Al Mulk adalah ilmuan muslim yang mengarang buku siasat nama, suatu karya yang oleh Mehdi Nakosteen dinilai sebagai karya klasik di bidang pendidikan Islam.[2] Nizam Al Mulk pernah ke Nisabur dan menuntut Ilmu pada ulama Madzhab Syafi’i  Hibatullah Al Muwaffaq. Ayahnya adalah seorang pegawai pemerintahan Gaznawi di Tus, Khurasan. Ketika sebagian besar Khurasan  jatuh ke tangan pasukan Salajikah di Gazna, Nizam Al Mulk bekerja pada sebuajh kantor pemerintah Mahmud Gaznawi. Nizam Al Mulk juga dikenal sebagai Perdana Menteri yang berpaham Asy’ariyah dan mengusahakan penyebarannya melalui Madrasah-madrasah di beberapa kota dalam wilayah Salajikah.
Madrasah-madrasah yang  didirikan oleh Nizam Al Mulk disebut dengan Madrasah Nizamiyah, suatu penamaan yang menisbatkan nama pendirinya. Kemasyhuran Madrasah ini sangat dikenal di seluruh wilayah Islam. Keberadaannya dapat ditemui hampir di setiap kota, antara lain di Baghdad, Balkh, Naisabur, Herat (Iran), Basrah, Isfahan, Merv, Mosul (Irak), dan sebagainya. Mulanya ia hanya membangun beberapa madrasah. Kemudian, tatkala ia pergi ke suatu daerah dan menemukan orang yang berpengetahuan luas dan cukup dikenal, maka di tempat itu pula Nizam Al Mulk membangun madrasah baru. Orang yang ditemuinya tersebut kemudian diangkat sebagai pengajar.[3]
Usaha Nizam Al Mulk mendirikan madrasah dan lembaga keagamaan lainnya mendapat dukungan dari ulama-ulama yang bermaqdzhab Syafi’i dan dalam teologi beraliran Asy’ariyah. Para ulama tersebut bergembira dengan naiknya Nizam Al Mulk dan kebijaksanaannya mengembalikan nama baik ulama-ulama Asy’ariyah yang dikutuk oleh perdana menteri Al Kunduri pada masa Sultan Tugril Beq. Pada masa Al Kundurialiran Asy’ariyah bersama dengan Rafidiah dikutuk melalui mimbar-mimbar masjid, sehingga banyak ulama yang melarikan diri, seperti Imam al Haramaian Abu Ma’ali Al Juwaini dan Al Qusyairi.[4]
Pada masa itu, madrasah Nizamiyah icatat sebagai tempat pendidikan yang paling masyhur. Sehingga kota-kota yang terdapat madrasah Nizamiyahnya menjadi pusat-pusatstudi keilmuan dan menjadi terkenal di dunia Islam pada masa itu. Para pelajar berdatangan dari berbagai daerah untuk mencari ilmu dan madrasah-madrasah Nizamiyah  tersebut. Kesungguhan Nizam Al Mulk dalam membina madrasah-madrasah yang didirikannya itu tercermin pada kesediaannya menyisihkan waktunya untuk melakukan kunjungan ke madrasah-madrasah Nizamiyah di berbagai kota tersebut. Disebutkan bahwa dalam kesempatan kunjungannya tersebut, ia dengan penuh perhatian ikut menyimak dan mendengarkan kuliah-kuliah yang diberikan, sebagaimana ia juga ikut mengemukakan pikiran-pikirannya di depan para pelajar di madrasah itu.

B.     Tujuan Pendirian Madrasah Nizamiyah
Ada beberapa tujuan atau motif atau didirikannya madrasah Nizamiyah, berikut penjelasannya.
Pendidikan adalah sebuah aktivitas sosial. Ia harus berada dan terjadi di tengah-tengah masyarakat atau komunitas sosial. Masyarakat sebagai objek sekaligus sebagai subjek pendidikan dari waktu ke waktu terus menerus betambah jumlahnya. Dengan bertambahnya anggota masyarakat secara otomatis akan meningkat pula kebutuhan dan tuntutan kehidupan yang harus dipenuhi. Pendidikan adalah bagian dari kahidupan manusia dan sekaligus merupakan kebutuhannya yang harus dipenuhi. Karena jumlah anggota masyarakat semakin hari semakin bertambah, maka kebutuhan terhadap pendidikan bukan lagi persoalan individual tetapi sudah merupakan persoalan massal. Bila sudah menajdi persoalan massal, tentu perlu dicarikan lembaga pendidikan yang memenuhi tubtutab dan kebutuhan massal. Sehingga didirikanlah madrasah yang pada saat itu madrasah merupakan lembaga atau institusi yang representatif  untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan tergadap pendidikan yang sudah bersifat massal.[5]
Dinasti Saljuq (447 – 656 H / 1055 – 1258 M) memiliki wilayah kekuasaan yang sangat luas. Masyarakat yang berada di wilayahnya tentu jumlahnya banyak pula. Mereka memiliki latar belakang yang berbeda agama, suku bangsa, sosial dan budaya. Meskipun berbeda-beda, mereka adalah rakyat atau penduduk yang menetap di wilayah kekuasaan Dinasti Slajuq. Mereka harus disantuni dan dipenuhi seluruh kebutuhannya termasuk kebutuhan pendidikannya. Tentunya mdrasah merupakan institusi laternatif untuk mengatasi persoalan pendidikan seperti itu.
Tujuan utama pembangunan Madrasah Nizamiyah di Baghdad adalah untuk mengajarkan hukum Madzhab Syafi’idengan penekanan pada pengajaran fiqih dan teologi. Menurut Azra, Madrasah tersebut mempunyai komitmen kuat untuk berpegang teguh kepada doktrin Asy’ariyah dalam teologi Islam (kalam) dan ajaran syafi’i dalam hukum Islam (fiqih). Karenanya Madrasah Nizamiyah dapat dikatakan sebagai madrasah sunni. Selain tujuan utama tersebut pembangunan Madrasah Nizamiyah juga berdasarkan pada beberapa motif.


Dalam hal ini, Hasan Asari, menyebutkan ada empat motif yaitu[6] :
1.        Pendidikan/ sebagai politisi, Nizam al Mulk juga seorang sarjana sehingga perhatiannya pada dunia pendidikan berupa pembangunan madrasah merupakan hal yang pantas dan wajar.
2.        Konflik antar kelompok keagamaan/ sebelum Nizam al Mulk berkuasa, kedudukan perdana menteri dipegang oleh al Kunduri yang beraliran Mu’tazilah. Salah satu kebijakan al Kunduri adalah mengusir dan menganiaya penganut Asy’Ariyah. Ketika Nizam al-Mulk menjabat sebagai perdana menteri, ia juga harus berhadapan dengan kelompok Mu’tazilah. Dalam konteks ini, oleh Nizam al Mulk pembangunan madrasah dimaksudkan sebagai salah satu usaha untuk melawan kelompok Mu’tazilah.
3.        Pendidikan bagi pegawai/ sebagai seorang wazir, Nizam al-Mulk menjalankan sistem administrasi negara secara sentralistik. Penduduk yang dipimpinnya memiliki latar belakang suku bangsa, budaya dan agama yang bervariasi. Atas kenyataan ini, pendidikan di madrasah dimaksudkan untuk menghadirkan para lulusan yang memiliki kesamaan visi guna mendukung Pemerintahannya.
4.        Politik/ bagi Nizam al-Mulk, Madrasah Nizamiyah juga berfungsi sebagai alat politik. Dengan madrasahnya, ia berusaha membangun hubungan baik dengan para ulama dan masyarakat sehingga posisi Pemerintahannya tetap stabil.

Tentang motif pendirian madrasah ini Ahmad Syalabi salah seorang pakar sejarah pendidikan Islam, menjelaskan bahwa pendirian madrasah pada Dinasti saljuq itu merupakan konsekuensi logis dari pertambahan jumlah murid atau peserta didik pada masa pertumbuhan dan perkembangan Islam. Karena jumlah murid terus bertambah maka sistem pendidikan pun harus berubah dari perhatiannya yang cenderung dan berorientasi individual menjadi cenderung dan berorientasi massal. Dengan penjelasan diatas pendirian Madrasah Nizamiyah oleh Nizam al-Mulk bisa dipahami dan di mengerti dari sisi motivasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan yang semakin luas.[7]
Pendirian Madrasah Nizamiyah itu, disamping memiliki motif kependidikan juga memiliki motif atau kepentingan politik Dinasti Saljuq sendiri pada masa itu. Dinasti Buwaihi yang menguasai kekhalifahan Abbasiyah saat itu dan kemudian ditaklukkan oleh Dinasti Saljuq, menganut aliran keagamaan Syi’i dan berusaha menanamkan pengaruh aliran itu di t6engah-tengah masyarakatnya melalui propaganda termasuk melalui aktivitas kependidikan. Dinasti Saljuq sendiri menganut aliran keagamaan Sunni. Aliran Sunni dan Syi’i memiliki doktrin atau ideologi politik yang berbeda. Bagaimana caranya agar pengaruh aliran Syi’i peninggalan Dinasti Buwaihi yang ada ditengah-tengah masyarakat itu menjadi berkurang atau lenyap sekali, untuk mengatasinya, Dinasti Saljuqmelakukan propaganda tandingan. Salah satunya melalui institusi pendidikan madrasah. Karena itu madrasah didirikan di seluruh wilayah kekhalifan Abbasiyah yang dikuasai oleh Dinasti Saljuq. Sebagai contoh, Universitas Nizamiyah di Baghdad didirikan untuk menandingi Universitas al-Azhar di Kairo yang dikuasai oleh Dinasti Fatimiyah yang beraliran Syi’ah.
Selain kepentingan politis ideologis ada kepentingan lain dari pendirian madrasah pada dinasti saljuq ini. Periode dinasti saljuq dalam kekhalifahan Abbasiyah merupakan awal mula masuknya pengaruh kebudayaan Turki, sebelumnya kekhalifahan Abbasiyah pernah dipengaruhi oleh kebudayaan Arab dan Persia, ke dalam kekhalifahan Abbasiyah. Keterlibatan pemerintah dengan berbagai kepentingannya dalam aktivitas kependidikan merupakan fenomena yang menarik dari Dinasti Saljuq. Institusi pendidikan yang bernama madrasah ini memang cukup fenomenal pada masa ini. Madrasah didirikan secara besar-besaran di seluruh penjuru negeri terutama di kota-kota yang menjadi titik pusat perkembangan peradaban waktu itu seperti Bahgdad, Nisapur, Balk dan lain-lain.
Ada beberapa alasan yang bisa dikemukakan mengapa pemerintahan Saljuq ini sangat antusias sekali dalam mendirikan madrasah-madrasah yakni[8] :
·      Untuk mengambil hati rakyat
Para pembesar Turki yang berkuasa dalam Dinasti Saljuq terutama dalam lapangan militer, mereka bukan bangsa Arab dan bukan keturunan Nabi Muhammad SAW. Agar masyarakat bisa simpati dan memberikan dukungannya kepada pemerintah maka salah satu caranya adalah dengan jalan memajukan agama dan mendukung aktivitas pendidikan untuk masyarakatnya. Perwujudan dari keinginan ini adalah didirikannya madrasah di berbagai tempat seperti di Baghdad (oleh Nizam al-Mulk dan Addud-Daulah) di Mesir (oleh  Ibn Thuln dan Shalahuddin), di Siria (oleh Nuruddin) dan sebagainya.

·      Untuk mengharapkan pahala dan ampunan dari Tuhan
Para pejabat pemerintah saat itu telah banyak melakukan penyimpangan. Mereka dengan kekuasaan dan kekayaan yang ada ditangannya, bukan melakukan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakatnya melainkan hanya hidup berpesta pora dan bermewah mewahan. Karena itu mereka beramal menyiarkan agama dengan mendirikan madrasah madrasah untuk kepentingan pendidikan masyarakat. Dengan cara ini mereka berharap mendapat ampunan dan keridhaan Allah SWT.

·      Untuk memelihara kehidupan anaknya di kemudian hari
Para pejabat Turki yang menjadi wali dalam satu wilayah telah menjadi kaya raya dengan hasil bumi dan kekayaan yang dipungut dalam wilayahnya. Mereka khawatir, kalau mereka mati harta kekayaan mereka itu akan diambil begitu saja oleh sultan sehingga anak-anak keturunan mereka menjadi terlantar dan miskin. Oleh karena itu mereka wakafkan harta kekayaannya. Diantara syarat wakaf itu adalah mereka tetapkan bahwa pengurus (nazir) wakaf itu ialah anak mereka sendiri, turun temurun sampai kepada anak cucunya dengan mendapat bagian yang tertentu dari wakaf itu. Dengan demikian terjaminlah kehidupan anak-anak mereka dan cucunya karena harta wakaf itu tidak dapat di ganggu gugat oleh siapa pun juga.

·      Untuk memperkuat aliran keagamaan Pemerintah
Pada masa itu telah timbul aliran-aliran keagamaan yang saling bertentangan seperti Syi’i dan Sunni. Orang-orang Turki yang menguasai kekhalifahan Abbasiyah menganut aliran Sunni. Agar kekuasaan mereka itu tetap bertahan, tentunya harus di topang oleh ideologi yang dianut oleh Pemerintah. Karena itu, didirikanlah madrasah-madrasah sebagai alat propaganda dan indoktrinasi ideologi didalam wilayah-wilayah yang dikuasai oleh orang-orang Turki Saljuq ini.
Dari uraian-uraian diatas tampak sekali bahwa pendirian madrasah pada masa Dinasti Saljuq ini sangat sarat dengan kepentingan Pemerintah atau penguasa. Kepentingan politis ideologis penguasa tampaknya sangat dominan disamping kepentingan kependidikan agama dan kepentingan pribadi para penguasa saat itu.
Tujuan madrasah Nizamiyah ini juga dapat dilihat sebagai suatu reaksi terhadap gerakan Syi’ah di Arab belahan barat atau juga terhadap rekayasa lembaga kependidikan Hanafiyah yang sudah mapan sebelumnya di Nisapur. Betapapun berdirinya Madrasah Nizamiyah merupakan satu simbol kemenangan Sunni dan juga merupakan salah satu cara manis Nizam Al Mulk dalam menangani konflik-konflik internal masyarakat yang ada. Berdasarkan asumsi ini, tidaklah berlebihan jika disimpulkan lebih jauh bahwa tujuan madrasah ini paling tidak mempunya dua point, yakni untuk memperkuat ideologi Syafi’i-Asy’ari di satu sisi dan membendung serangan dari pihak lain, seperti dari Hanbaliyah, Hanafiyah, Syi’ah dan Mu’tazilah dari sisi lain. Untuk mendukung roda pemerintahan Nizam adalah satu kemungkinan, tetapi hal itu tampaknya lebih merupakan strategi Nizam sendiri daripada tujuan madrasah sebagai sebuah lembaga.
Lembaga pendidikan ini mendorong ajaran-ajaran Syafi’i-Asy’ari terbukti dengan hadirnya sejumlah tokoh kenamaannya, seperti Abu Ishaq al-Shirasi, Al-Ghozali dan tokoh-tokoh sholeh lainnya. Disamping satu pusat Madrasah Nizamiyah di Baghdad, paling tidak masih ada sembilan Madrasah Nizamiyah lainnya yang tersebar dari Jazirah Ibn-Umar sampai Nishapur. Keberhasilan pengajaran madrasah-madrasah ini bisa diketahui dari laporan Abu Ishaq al-Shirazi yang menyatakan bahwa selama melakukan perjalanan dari Baghdad sampai Khurasan, ia menemukan murid-muridnya (Syafiyyah) sudah menduduki jabatan-jabatan penting, seperti Qadli, Mufti atau Khatib.
Madrasah Nizamiyah di Nishapur dibangun untuk ulama kenamaan Juwaini, Imam al-Haramayn. Tokoh Syafi’i-Ash’ari ini menjadi lebih radikal karena dia pernah diasingkan oleh al-Kunduri. Juwaini, tokoh sentral Madrasah Nizamiyah Nishapur adalah contoh menarik untuk memahami bagaimana madrasah ini bertujuan mempertahankan ajaran-ajaran Asy’ariyah.
Dari penjelasan di atas, dapat dilihat  multi motivasi yang mendasari kelahiran madrasah, yaitu selain motivasi agama, dan motivasi ekonomi karena berkaitan dengan ketenagakerjaan, juga motivasi politik. Dengan berdirinya madrasah, maka pendidikan Islam memasuki periode baru, yaitu “pendidikan menjadi fungsi bagi negara dan sekolah-sekolah di lembagakan untuk tujuan pendidikan sektarian dan indoktrinasi politik”.[9]
Kebijakan seperti yang terjadi pada kasus Madrasah Nizamiyah ini ternyata dilanjutkan oleh pemerintah berikutnya, yaitu pemerintahan Al Mustanshir, Nuruddin Zanky dan Shalahuddin Al Ayyubi. Kelihatannya mereka mengikuti jejak Nizam Al Mulk dengan memasukkan ke dalam madrasah kepentingan-kepentingan seperti di atas.
Selama masa hidupnya, Nizam Al Mulk secara ketat mengontrol semua madrasah Nizamiyah, termasuk di dalamnya sistem pendanaan madrasah yang berasal dari wakaf pemerintah. Kontrol atas madrasah tersebut dimuat dalam dokumen wakaf madrasah Nizamiyah. Substansi dari dokumen tersebut, sebagaimana diungkapkan oleh A.S. Tritton adalah sebagai berikut :[10]
*      Madrasah Nizamiyah adalah wakaf yang disediakan untuk kepentingan Madzhab Syafi’i
*      Harta benda yang diwakafkan kepada Madrasah Nizaniyah adalah demi kepentingan penganut Mazhab Syafi’i
*      Pejabat-pejabat utama madrasah Nizamiyah harus bermazhab Syafi’i
*      Madrasah Nizamiyah hatus memiliki seorang tenaga pengajar di bidang kajian Alqur’an dan Bahasa Arab
*      Setiap staf menerima bagian tertentu atas penghasilan yang bersumber dari harta wakaf Madrasah Nizamiyah.

C.    Sistem Pendidikan Madrasah Nizamiyah Baghdad
Berikut secara sederhana akan dibahas komponen-komponen yang terdapat pada Madrasah Nizamiyah yang dianggap sebagai model bagi sistem pendidikan modern :[11]
1.      Tujuan Pendidikan Madrasah Nizamiyah Baghdad
Menurut Abdul Majid Abdul Futuh dalam buku karya (Abuddin Nata, 2004 : 65) tujuan pendidikan Madrasah Nizamiyah : pertama mengkader calon-calon ulama yang menyebarkan pemikiran Sunni untuk menghadapi tantangan pemikiran Saji’ah. Kedua : menyediakan guru-guru Sunni yang cukup untuk mengajarkan madzhab Sunni dan menyebarkannya ke tempat lain. Ketiga : membentuk kelompok pekerja Sunni untuk berpartisipasi dalam menjalankan pemerintah, memimpin kantornya, khususnya di bidang peradilan adnn manajemen.

2.      Kurikulum dan Metode Pengajaran Madrasah Nizamiyah Baghdad
Kurikulum berpusat pada Alqur’an (membaca, menghafal dan menulis), sastra Arab sejarah Nabi saw dan berhitung. Dengan menitik beratkan pada madzhab syafi’i dan sistem teologi Asyariyah. Seorang tenaga pengajar di Nizamiyah selalu dibantu oleh dua orang pelajar (mahasiswa) yang bertugas membaca dan menerangkan kembali kuliah yang telah diberikan kepada mahasiswa yang ketinggalan.
Mahmud Yunus mengatakan bahwa kurikulum Madrasah Nizamiyah tidak diketahui dengan jelas. Namun dapat disimpulkan bahwa materi-materi ilmu sejarah diajarkan di sini, sedangkan ilmu hikmah ( filsafat ) tidak diajarkan. Fakta-fakta yang mendukung pernyataan ini adalah : a) tak seorang pun ahli-ahli sejarah yang mengatakan bahwa diantara materi pelajaran yang diajarkan di Madrasah Nizhamiyah adalah ilmu kedokteran, ilmu falak dan ilmu pasti. Tetapi mereka hanya menyebut gahwa diantara materi pelajarannya adalah nahwu, ilmu kalam dan ilmu fiqih. b) guru-guru yang mengajar di Madrasah Nizamiyah adalah ulama-ulama syari’ah seperti : Abu Ishaq al-syarazi, al-Ghazali, al-Qazwaini ibn al-Jauzi dll. Tidak dikatakan juga bahwa di sana ada guru filsafat. Maka Madrasah Nizamiyah adalah madrasah syari’ah bukan madrasah filsafat. c) pendiri madrasah Nizamiyah itu bukanlah orang yang membela filsafat dan bukan pula orang yang membantu pembebasan fislafat. d) zaman berdiri Madrasah Nizamiyah bukanlah zaman keemasan filsafat melainkan zaman penindasan terhadap filsafat.
Dengan terfokusnya pengajaran di Madrasah Nizamiyah kepada ilmu-ilmu syari’ah, tentulah ilmu fiqih mendapat prioritas utama. Pembahsan fiqih yang menyangkut hampir semua masalah-masalah kemasyarakatan, memang tepat sebagai bekal untuk calon-calon biroksat atau pemimpin masyarakat kala itu. Pengajaran
Disamping fiqih dan tauhid, cabang-cabang ilmu agama yang lain, seperti Ushul fiqh, ilmu-ilmu Alqur’an, hadist Nabi, Akhlaq, sangat mungkin sekali diajarkan di situ. Alasannya adalah bahwa setiap Muslim wajib, fard al-‘ain, mempelajari ilmu-ilmu tersebut. Iman al-Ghazali menekankan pentingnya kewajiban ini dalam karyanya al-ulum al-Din. Masuk akal bahwa al-Ghazali mengalamatkan kewajiban belajar kepada siswa-siswinya di Baghdad karena dia menulis beberapa bukunya sambil mengajar di Madrasah itu. masuk akal juga bahwa cabang-cabang ilmu agama yaan lain seperti nahwu, sharaf, adab (literatur) juga disajikan di situ meskipun ilmu-ilmu itu hanya sebagi pelengkap.
Agaknya Madrasah Nizamiyah mempunyai kurikulum yang menekankan supremasi fiqih. semua cabang ilmu agama yang lain diperkenelkan dalam rangka menopang superioritas dan penjabaran hukum Islam. Pendidikan serba fiqih adalah ciri yang menonjol dalam pendidikan sunni muslim abad ke-11. Sebagaimana yang terungkap dalam sejarah, pola pendidikan semacam ini terus berlanjut dari abad ke abad. Jadi tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa Madrasah Nizamiyah benar-benar menjadi model pendidikan Madrasah pada masa klasik dan pertengahan Islam.

3.      Tenaga Pengajar dan Pelajar Madrasah Nizamiyah Baghdad
Madrasah Nizamiyah merupakan lembaga pendidikan tinggi yang mengajarkan pendidikan tingkat tinggi pula. Oleh karena itu, pemilihan guru-guru yang mengajar di Madrasah ini sangat selektif. Ulama-ulama terkemuka pada waktu itu dan guru-guru besar yang termasyhur dan mempunyai kompetensi di bidangnyalah yang dipilih untuk mengajar. Status guru-guru tersebut ditetapkan dengan pengangkatan oleh khalifah dan bertugas dalam masa tertentu.
Menurut Mahmud Yunus dalam buku karya (Samsul nizar, 2007:164) guru-guru yang memberikan pelajaran di Madrasah Nizamiyah antara lain yaitu :
1.      Abu Ishak al-Syirazi
2.      Abu Nashr al-Shabagh
3.      Abu Kosini al-A’lawi
4.      Abu Abdullah al-Thabari
5.      Abu Hamid al-Ghazali
6.      Radiyud Din al-Qazwaini
7.      Al-Firuzabadi
Nizam Al-Mulk juga menyediakan beasiswa untuk mahasiswa dan memberi mereka fasilitas asrama. Mereka yang tinggal di asrama diberi belanja secukupnya. Ia memberi bantuan untuk semua pelajar tanpa mengharap kemabil, dan seluruh biaya pendidikan di situ gratis.
4.      Pendamaian dan sarana Madrasah Nizhamiyah Bghdad
Sebagaimana suatu lembaga pendidikan, Madrasah Nizhamiyah memiliki sarana-sarana yang sukup lengkap, antara lain ruang belajar dalam jumlah banyak, ruang perpustakaan yang cukup besar, sejumlah asrama untuk pelajar, staf dan para gurunya, dan juga saru Masjid yang terletak tidak jauh dari lokasi Madrasah. Tidak terlalu berlebihan jika dikatakan Madrasah Nizhamiyah merupakan lembaga pendidikan Islam yang sangat modern pada masanya.
Sumber dana yang paling lazim bagi pembangunan Madrasah adalah lembaga wakaf, sebuah cara tradisional dalam Islam untuk mendukung lembaa yang melayani kebutuhan masyarakat umum (Abuddin Nata, 2004 : 70).
Dalam pembangunan Madrasah, Wazir Nizam Al-mulk menyediakan dana wakaf untuk membiayai mudarris, imam dan juga mahasiswa yang menerima beasiswa dan fasilitas asrama. Dengan dana itu, ia mendirikan madrasah-madrasah Nizhamiyah di hampir seluruh wilayah kekuasaan Bani saljuk saat itu, mendirikan perpustakaan dengan lebih 6.000 jilid buku lengkap dengan katalognya.
Nizam Al-mulk telah menetapkan anggaran belanja untuk madrasah-madrasah Nizhamiyah banyaknya 600.000 dinar. Untuk madrasah nizamiyah baghdad saja ditetapkan sepersepuluhnya yaitu enam puluh ribu dinar tiap-tiap tahun.[12]

D.    Pengaruh Madrasah Nizhamiyah
A.L. Tibawi dalam hal ini menyebutkan bahwa eksklusive madrasah telah memberikan pengaruh (influence) pada masyarakat, baik bidang politik, ekonomi, maupun bidang sosial keagamaan.
Nizam al-mulk dalam kaitan ini dikenal sebagai pejabat pemerintah yang memiliki andil besar dalam pendirian dan penyebaran madrasah, kedudukan dan kepentingannya dalam pemerintahan merupakan sesuatu yang sangat menentukan juga. Dalam batas ini memang madrasah merupakan kebijakan religio-politik penguasa.
Dalam bidang ekonomi, madrasah Nizhamiyah disamping sebagai lembaga untuk mengajarkan ilmu syariah dalam rangka mengembangkan ajaran sunni, memang dimaksudkan pula untuk memepersiapkan pegawai pemerintah, khusunya di lapangan hukum dan administrasi. Dengan demikian madrasah telah menjanjikan lapangan kerja.
Dari segi sosial keagamaan, Madrasah Nizhamiyah diterima oleh masyarakat karena sesuai dengan lingkungan dan keyakinannya. Faktor-faktor penerimaan tersebut antara lain : pertama, ajaran yang diberikan di Madrasah Nizhamiyah adalah ajaran Sunni, yang dianut sebagian besat masyarakat waktu itu. kedua, para pengajar di Madrasah Nizhamiyah adalah para ulama yang terkemuka. Ketiga, materi pokok yang diajarkan di Madrasah ini adalah al-fiqh yang dianggap sesuai dengan kebutuhan masyarakat umumnya dalam rangka hidup dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran dan keyakinan mereka.[13]

E.     Ide-ide dari tokoh pendidikan Nizhamiyah
Di sini yang dicantumkan hanya ide-ide al-Ghazali yakni tentang metode ajar mengajar.
1.        Memperhatikan tingkat daya pikir anak
2.        Menerangkan pelajaran dengan jelas
3.        Mengajarkan ilmu pengetahuan dari yang konkrit kepada yang abstrak
4.        Mengajarkan ilmu pengetahuan dengan cara berangsur-angsur.
Ide Al-Ghazali mengenai asas mengajar ini perlu diperhatikan dan disesuaikan dalam melaksanakan proses belajar-mengajar, disamping ada inovasi dari guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar, disamping ada inovasi dari guru dalam pendidikan bertentangan dengan prinsip-prinsip pendidikan Islam.
Selanjutnya ide al-Ghazali tentang pendidikan anak sebagai berikut :
1.        Seorang pendidik harus memberikan segala macam nasihat kepada peserta didik dan mencegah hal-hal yang buruk dengan sindiran bukan dengan cara kasar.
2.        Bila sukar bagi ank-anak untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk sekaligus, hendaklah berusaha meninggalkan secara berangsur-angsur.
3.        Setiap tingkah laku baik yang dilakukan si anak harus diberi hadiah, sebaiknya sedikit mungkin mencela atau memarahi anak bila melakukan kesalahan.
4.        Anak-anak harus dibiasakan dengan akhlak yang baik dan dilarang bertemu dengan anak-anak jahat.
5.        Anak harus dibiasakan untuk tidak berlebihan dalam makan, pakaian dn tidur.
6.        Anak-anak harus mendapatkan kesempatan yang cukup untuk latihan-latihan jasmani dan permainan yang menarik.
7.        Semua pihak tidak boleh dilayani secara bersamaan dalam bidang pendidikan tetapi dilayani sesuai dengan pembawaan dan tingkat kemampuannya.

Sejalan dengan ide di atas, al-Ghazali mengemukakan sifat-sifat yang harus dimiliki seorang pendidik, adalah sebagai berikut :
1.        Pendidik hendaknya memandang peserta didik seperti anaknya sendiri, menyayangi dan memperlakukan mereka seperti anak sendiri.
2.        Tidak mengharap upah dan pujian, tetapi hanya mengharap ridha Allah SWT.
3.        Memanfaatkan setiap peluang untuk memberi nasihat dan bimbingan kepada peserta didik bahwa tujuan menuntut ilmu adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk memperoleh kedudukan atau kebanggaan duniawi.
4.        Terhadap peserta didik yang bertingkah laku buruk, hendaknya pendidik menegurnya sebisa mungkin dengan cara menyindir dan penuh kasih sayang, bukan dengan terang-terang dan mencela, sebab teguran yang terakhir dapat membuat peserta didik berani membangkang dan sengaja terus-menerus bertingkah laku buruk.
5.        Tidak fanatik terhadap bidang studi yang diasuhnya, lalu mencela bidang studi yang diasuh pendidikan lain.
6.        Memperhatikan perkembangan berpikir peserta didik agar dapat menyampaikan ilmu sesuai dengan kemampuan berpikirnya.
7.        Memperhatikan peserta didik yang lemah dengan memberikannya pelajaran yang mudah, jelas dan tidak menghantuiya dengan hal-hal yang sulit sehingga membuatnya kehilangan kecintaan terhadap pelajaran.
8.        Pendidik hendaknya mengamalkan ilmunya dengan tidak sebaliknya, dimana perbuatannnya bertentangan dengan ilmu yang diajarkan kepada peserta didik.

Dalam pendidikan (proses belajar mengajar), al-Ghazali tidak saja memberikan sifat-sifat yang harus dimiliki pendidik (guru) akan tetapi sebagai peserta didik juga harus memiliki sifat-sifat tertentu yang merupakan syarat dasar bagi terwujudnya hasil pendidikan yang baik, diantara sifat dan syarat peserta didik itu adalah sebagai berikut :
1.        Peserta didik harus memuliakan pendidik dan bersikap rendah hati atau tidak takabur. Hal ini sejalan dengan pendapat al-Ghazali yang menyatakan menuntut ilmu merupakan perjuangan berat yang menuntut kesungguhan yang tinggi dan bimbingan dari pendidik.
2.        Peserta didik harus merasa satu bangunan dengan peserta didik lainnya, maka harus saling menyayangi, menolong dan berkasih sayang sesamanya.
3.        Peserta didik harus menjauhi diri dari mempelajari berbagai mahzab yang dapat menimbulkan kekacauan dalam pikiran.
4.        Peserta didik harus mempelajari tidak saja satu jenis ilmu yang bermanfaat melainkan ia harus mempelajari berbagai ilmu lainnya dan berupaya sungguh-sungguh mempelajarinya sehingga tujuan tercapai.

 ide- ide al-Ghazali diatas mengenai pendidikan anak, sangat cocok di lihat dari segi psikologi, pendapat modern maupun dengan imu kesehatan. Kecocokan dengan psikologi misalnya perlakuan terhadap anak-anak. Secara psikologi setiap anak memunyai sifat atau karakter yang berbeda-beda, mudah tersinggung, pemarah, pendiam dan lain-lain. Semua karakter ini dipengaruhi oleh lingkungan, oleh sebab itu guru harus dapat menilai karakter setiap peserta didik.
Dalam hal pendapat modern tentang pelajar yang berkembang saat ini, bahwa manusia dilahirkan dengan bakat yang berbeda-beda,ada kemampuan anak yang tinggi, sedang dan rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat al-Ghazali agar memperlakukan anak sesuai dengan tingkat daya pikir anak tersebut.
Ide-ide pendidikan seperti yang dikemukakan diatas sangat berharga dalam pendidikan, baik bagi kepentingan anak maupun guru yang semuannya mempunyai dampak pada diri dan lingkungan. Tidak dapat dipungkiri pendapat al-Ghazali merupakan sumbangan yang besar dalam dunia pendidikan, ini terbukti bahwa ia menjadi rujukan bagi peserta didik tidak hanya di dunia Islam tetapi juga diluar Islam dengan adanya renaisance di Eropa.
Dari penjelasan diatas penulis menambahkan bahwa corak madrasah Nizamiyah untuk zaman sekarang di negara kita ini tidak dapat dikatakan sepenuhnya mengadopsi pendidikan Nizamiyah. Hal ini dilatar belakangi oleh faktor historis seperti pengaruh zaman penjajahan dan lain sebagainya.[14]









PENUTUP

Simpulan
Nizhamiyah adalah sebuah lembaga pendidikan madrasah yang didirikan pada tahun 1065-1067 oleh Nizam al-Mulk pada masa Bani Saljuk. Madrasah ini didirikan di kota Baghdad dan sekitarnya yang ditemui hampir di setiap daerah.
Motif pendirian Madrasah sebagai institusi pendidikan tidak murni bermotif kependidikan. Ada motif politik dan ideologi di ideologi di balik pendirian Madrasah oleh Dinasti Saljuq. Yakni sebagai alat propaganda tandingan untuk mengeleminasi pengaruh ideologi politik yang ada pada saat itu yang sewaktu-waktu dapat membahayakan kelangsungan Dinasti Saljuq. Yakni ideologi Syi’ah yang dianut oleh Dinasti Buwaihi yang baru saja ditaklukan oleh Dinasti Saljuq dan dinasti Fatimiyah di Mesir.
Kurikulum Madrasah Nizhamiyah juga kental dengan muatan ilmu-ilmu keagamaan bersi sunni (ilmu fiqih, ushul fiqih, ilmu kalam, dan ilmu tafsir). Madrasah Nizhamiyah juga mempunyai manajemen yang bagus, dikelola dengan baik seperti dapat dilihat dari segi pandangan, gedung-gedung yang bagus dan jumlah yang banyak.












DAFTAR PUSTAKA

Asari Hasan.1994.Menyingkap zaman keemasan Islam:Kajian atas lembaga-lembaga pendidikan.Bandung:Mizan.cetakan I.
Idi Abdullah dan Toto Suharto.2006.Revitalisasi Pendidikan Islam.Yogyakarta:Tiara wacana.
Maskum.1999.Madrasah;sejarah dan perkembangannya.Jakarta:Logos wacana ilmu.
Nata, Abuddin.2004.Sejarah Pendidikan Islam.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
Nizar, Samsul.2009.Sejarah Pendidikan Islam.Jakarta:Kencana.
Suwito.2008.Sejarah Sosial Pendidikan Islam.Jakarta:Kencana.
Yunus, Mahmud.1992.Sejarah Pendidikan Islam.Jakarta:PT Hidakarya Agung.















[1] Abudin Nata. Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada) hlm. 62
[2] Abdullah Idi dan Toto Suharto. Revitalisasi Pendidikan Islam (Yogyakarta : Tiara Wacana. 2006) hlm 22
[3] Ibid. Hlm. 22 - 23
[4] http://Mazqum .wordpress.com/2009/03/madrasah-nizamiyah-dan perkembangannya/
[5] Suwito. Sejarah Sosial Pendidikan Islam (Jakarta : Kencana, 2008) hlm. 150 - 151
[6] Hasan Asari. Menyingkap Zaman Keemasan Islam : Kajian Atas Lembaga-lembaga Pendidikan (Cet I, Bandung : Mizan, 1994) hlm. 51-52
[7] Suwito. Loc. cit
[8] Ibid. Hlm 152
[9] Maksum, Madrasah ; Sejarah dan Perkembangannya (Jakarta : Logos Wacana Ilmu. 1999) hlm. 63
[10] Abdullah Idi dan Toto Suharto. Op.cit. hlm. 25
[12] Mahmud Yunus. Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : PT. Hidakarya Agung. 1992) hlm. 75
[13] Abuddin Nata. Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2004) hlm. 71-72
[14] Samsul Nizar. Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : Kencana. 2009) hlm. 164 - 167