MAKALAH
HADITS 10
“MASJID
SEBAGAI MADRASAH”
Disusun
guna memenuhi tugas :
Mata Kuliah :
Hadist Tarbawi II
Dosen Pengampu :
M. Hufron, M.S.I
Disusun
Oleh :
Tri Istiani
202 111 0057
Kelas B
TARBIYAH
PAI
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2012
PENDAHULUAN
Pendidikan
merupakan kepentingan yang memperoleh prioritas utama sejak awal kehidupan
manusia. Bahkan Rasulullah sendiri telah mengisyaratkan bahwa proses belajar
bagi setiap insan adalah sejak ia masih dalam kandungan ibunya sampai si insan
sudah mendekati liang kuburnya.
Dalam
hal pendidikan tersebut tak lepas dengan yang namanya lembaga pendidikan yang
ada. Sebelum lembaga pendidikan formal seperti sekolah dan universitas timbul,
sebenarnya telah berkembang lembaga-lembaga pendidikan islam yang bersifat non
formal. Lembaga-lembaga pendidikan islam non formal ini terus berkembang dan
bahkan bersamaan dengannya timbul dan berkembang bentuk-bentuk lembaga
pendidikan nonformal yang semakin luas. Salah satu lembaga pendidikan islam
yang bersifat non formal tersebut adalah Masjid.
Pada
zaman Rasulullah SAW. Masjid mempunyai banyak fungsi salah satunya yaitu
sebagai tempat penyelenggara ilmu. Bisa dikatakan masjid dikala itu selain
sebagai tempat ibadah juga sebagai madrasah. Melalui makalah ini penulis
memaparkan hadis yang bekaitan dengan lembaga pendidikan islam yaitu masjid
sebagai madrasah.
PEMBAHASAN
A. Materi Hadis
عَنْ أَبي سعيد
: جَاءَتْ اِمْرَأَةٌ إلَى رَسُوْ لِ الله صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم فَقالَتْ:
يارسول الله، ذَهَبَ الرِّجَالُ بِحَدِ يْثِكَ، فَا جْعَلْ لَنَا مِنْ نَفْسِكَ يَوْمًا
نَأتِيْكَ فِيْهِ تُعَلّمُنَا مِمّا عَلّمَكَ الله. فَقَال َ: اِجْتَمِعْنَ فِيْ يَوْمِ
كَذاوكذافِيْ مَكَانِ كَذَاوَكَذَا. فَا جْتَمِعْنَ. فَأتَاهُنّ رَسُولُ الله صلى
الله عليه وسلم فَعَلّمَهُنّ مِمّا عَلّمَهُ الله ثُمَّ قال: مَا مِنْكُنَّ إمْرَأةٌ
تَقَدّمَ بَيْنَ يَدَيْهَا مِنْ وَلِدِهَا
ثَلَاثَةٌ إلّاكَانَ لَهَا حِجَابًامِنَ النّارِ .فَقَا لَتْ اِمْرَأة ٌمِنْهُنّ:
يارسول الله اِثْنَيْنِ؟ قَالَ: فَأعَادَتْهَامَرّتَيْنِ ثُمّ قال: وَاثْنَيْنِ، وَاثْنَيْنِ،
وَاثْنَيْنِ.
(رواه البخاري في الصحيح, كتاب إلاعتصام بالكتاب
والسنة, باب تعليم النبي صلى الله عليه وسلم أمته من الرجال والنساءمماعلمه الله
ليس برأي ولاتمثيل)
Terjemah Hadis
Dari Abu Sa’id, “ Seorang perempuan datang kepada
Rasulullah SAW lalu berkata, ‘ Wahai Rasulullah, kaum laki-laki telah pergi
dengan haditsmu. Tetapkanlah untuk kami atas kemauanmu suatu hari yang kami
datang padamu di hari itu, agar engkau mengajarkan kepada kami apa yang
diajarkan Allah kepadamu’. Beliau bersabda, ‘Berkumpullah
pada hari ini dan itu, di tempat ini dan itu’. Maka mereka pun berkumpul.
Lalu Rasulullah SAW datang menemui mereka dan mengajarkan kepada mereka apa
yang diajarkan Allah kepadanya. Setelah itu beliau bersabda, ‘Tidak ada seorang perempuan pun diantara kalian yang ditinggal mati
tiga orang anaknya, melainkan anaknya itu menjadi penghalang bagi ibunya dari
neraka’. Seorang perempuan diantara mereka berkata, ‘Wahai Rasulullah,
bagaimana dengan dua orang?’ Beliau bersabda,’Dan dua orang, dan dua orang,
dan dua orang’.”[1]
B. Mufrodat
Arti
|
Teks
|
Pergi
|
ذَهَبَ
|
Mengajarkan
|
تُعَلّمُنَا
|
berkumpullah
|
اِجْتَمِعْنَ
|
Menemui mereka
|
فَأتَهُنّ
|
Ditinggal mati
|
تَقدّمَ
|
Penghalang
|
حِجَابًا
|
Dua
|
اِثْنَيْنِ
|
C. Biografi Perawi
Abu sa’id adalah nama kuniyahnya. Nama lengkapnya ialah
Sa’ad bin Malik bin Sinan bin Tsa’labah bin Ubaid Abhar, dan nama aslinya ialah
Khadrah bin Auf bin Haris bin Khazraj
Al-Anshari.[2]
Dia meriwayatkan hadits dari Nabi SAW, dan dari ayahnya
yaitu Qatadah bin Nu’man, Abu Bakar, Umar, Ustman, Ali, Zaid bin Tsabit, Abu
Qatadah Al-Anshari, Abdullah bin salam, Usaid bin Khudhair, Ibnu Abbas, Abu
Musa Al-Anshari, Mu’awiyah, dan Jabir bin Abdullah.[3]
Adapun orang-orang yang meriwayatkan hadits dari nya,
ialah putranya yang bernama Abdu Al-Rahman, istrinya yang bernama Zainab binti
Ka’ab bin ‘Ajrab, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Jabir, Zaid bin Tsabit, Mahmud bin
Labid, Sa’id bin Musayyib, Amir bin Sa’ad, Amr bin Sulaiman, Nafi’(hamba sahaya
Ibnu Umar), Abu Badhrah Al-Abdi, Abu Salamah bin Abdu Al-Rahman bin Auf, dan
lain-lain. [4]
Ketika berusia sembilan belas tahun, dia diajak oleh
ayahnya menemui Nabi SAW guna meminta ijin mengikuti perang Uhud. Ketika itu
ayahnya memegang tangan Rasulullah dan berkata, ”Abu Sa’id adalah anak yang
gagah dan sempurna tubuhnya.” Kemudian Rasulullah SAW memeriksanya, dan
bersabda kepadanya, “Kembalikanlah dia”. Maka dia pun dikembalikan.[5]
Abu Sa’id Al-Khudri mengikuti perang khondaq dan perang
sesudahnya. Dia termasuk salah seorang yang ikut bai’at kepada Rasulullah untuk
menegakkan agama Allah dengan tidak takut segala hinaan dan cemoohan, dan juga
ikut dalam peristiwa Madain pada masa khudaifah, serta ikut perang bersama Ali
dalam menggempu orang-orang Khawarij dan Nahrawan.[6]
Sekalipun dengan kondisi ekonomi yang sangat parah dan
kehidupan yang melarat, ditambah lagi dengan tanggung jawab yang berat, dia pun
masih banyak meriwayatkan hadis, bahkan lebih dari seribu hadis.[7]
Ahli-ahli hadis telah meriwayatkan darinya sebanyak 1170
hadis. Dari jumlah tersebut yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim
sendiri sebanyak 46 hadis, yang diriwayatkan oleh Bukhari sendiri sebanyak 16
hadis, dan yang diriwayatkan sendiri oleh muslim sebanyak 52 hadis.[8]
Dalam mengajarkan Alquran, dia menggunakan cara
mengajarkan lima ayat di pagi hari dan lima ayat di sore hari. Sedang dalam
meriwayatkan hadis, pada suatu ditanyakan kepadanya,”Kamu telah menceritakan
kepada kami hadis-hadis yang mengherankan, aku khawatir kalau kamu telah
menambah atau mengurangi, bagaimana kalau kami menulis hadis-hadis itu?” Abu
Sa’id menjawab, “Jangan kamu menulis hadis-hadis itu dan janganlah kamu
menjadikannya sebagai Alquran tetapi hafallah dariku sebagaimana aku
menghafalnya.” Atau, dengan perkataannya pada suatu ketika yang lain,” Ambillah
hadis-hadis itu sebagaimana aku mengambilnya dari Rasulullah”.[9]
Abu Sa’id meninggal pada tahun 74 H setelah menjalani
kehidupan panjang yang penuh ilmu dan amal, perang dan istirahat, kondisi
ekonomi yang kadang berkecukupan dan kadang berkekurangan, yang dilaluinya
dengan kesabaran dan rasa syukur, iman yang dalam dan kejujuran yang murni.
Semoga Allah SWT merahmatinya, dan memberi inayah kepada kita untuk dapat
mengikuti jejak Rasulullah, jejaknya, dan jejak teman-temannya dari para
sahabat yang mulia. Semoga Allah SWT meridhai mereka dan merekapun ridha
kepadaNya. Mereka adalah orang-orang yang beruntung.[10]
D. Syarah Hadis
جاءة امرأة(seorang
perempuan datang). Imam Bukhari belum
menemukan keterangan tentang namanya. Mungkin saja dia adalah Asma’ binti Yazid
bin As- Sakan[11]. ذهب الرّجال بحدثيك، فاجعل لنا من نفسك يوما
نأتيك فيه تعلّمنا مما علّمك الله (kaum lelaki telah pergi dengan hadismu,tetapkanlah
atas kemauan mu suatu hari yang kami datang padamu dihari itu, agar engkau
mengajar kepada kami apa yang diajarkan Allah kepadamu). Di dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Abu
Sa’id Al-Khudri di dalam kitab tentang ilmu dijelaskan bahwa
قا لت النساء للنبي صلى الله عليه وسلم غلبناعليك الرجال فا
جعل لنا يومامن نفسك(sejumlah
wanita mengajukan permohonan kepada Nabi, kami tidak memperoleh waktu untuk
belajar dari anda, karena semua waktu telah diisi oleh pria
oleh karena itu sediakan waktu barang sehari untuk kami agar kami
dapat belajar)[12].
أن النساءقلن للنبي
صلى الله عليه وسلم: اجعل لنا يوما( para wanita berkata kepada Nabi SAW
“jadikanlah(sediakanlah) untuk kami satu hari”)[13]. Hadis ini juga diterangkan oleh imam bukhari
dalam bab jenazah yang masih di riwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri. Dari
ketiga potongan hadis tersebut ada kalimatفاجعل لنا yang berarti “maka sediakanlah untuk kami atau
tentukanlah untuk kami”. Namun demikian, pilihan dan ketetapan dikembalikan
kepada Rasulullah SAW.
فقال اجتمعن في يوم كذاوكذافي مكان كذاوكذا( Beliau bersabda”berkumpullah pada hari ini
dan itu, di tempat ini dan itu). Diterangkan melalui hadis tentang ilmu
yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri
فوعدهن يوما لقيهن فيه فوعظهن وأمرهن فكا ن فيماقالهن (maka Nabi menjanjikan
kepada mereka suatu pengajian khusus untuk wanita, dimana Nabi dapat mengajari
mereka dan menyampaikan perintah-perintah Allah)[14].فأتاهن رسول الله
صلى الله عليه وسلم فعلمهن مما علمه الله(lalu Rasulullah
datang menemui mereka dan mengajari mereka apa yang diajarkan Allah kepadanya). Imam Bukhari belum menemukan pada satupun jalur-jalur diantara hadis ini,
keterangan tentang apa yang diajarkan kepada mereka, hanya saja mungkin diambil
dari hadis Abu Sa’id yang lain pada pembahasan tentang zakat. Di dalamnya
disebutkan فقال يامعشرالنساءتصدقن، فإني
رأيتكن أكثر أهل النار(Beliau kemudian melewati kaum perempuan lalu bersabda, “ Wahai sekalian
perempuan hendaklah kalian bersadekah, karena sungguh aku melihat kebanyakan
penghuni neraka adalah kalian”[15]).
Lalu disebutkanأليس شهادةالمرأة مثل نصف شهادةالرجل،
أوليس إذاخاصت لم ولم تهم (bukankah
persaksian seorang perempuan setengah dari persaksian laki-laki? Bukankah pula
apabila haid dia tidak shalat dan tidak puasa?) sabda beliau Nabi muhammad
SAW,” sama seperti setengah persaksian seorang laki-laki” sebagai isyarat terhadap
firman Allah SWT” maka boleh seorang laki-laki dan dua orang perempuan dari
saksi-saksi yang kamu ridhai( Al Baqarah: 282). (Apabila ia haid tidak shalat
dan tidak puasa), kalimat ini mengisyaratkan bahwa wanita haid tidak shalat dan
tidak berpuasa telah ditetapkan berdasarkan hukun syariat sebelum adanya
kejadian ini. ثم قال: مامنكنامراةتقدم بين يديهامن
ولدهاثلاثةإلاكا ن لهاحجابامن النار(setelah
itu beliau bersabda “ Tidak ada seorang perempuan pun diantara kalian yang
ditinggal mati tiga orang anaknya, melainkam anaknya itu menjadi penghalang
bagi ibunya dari neraka). Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri dalam Hadis
adalah anak-anak yang meninggal sebelum memasuki pubertas/ baligh. فقالت امرأة منهن يارسول الله اثين؟(seorang perempuan diantara mereka berkata” wahai rasulullah
bagaimana dengan dua orang?) Ada yang mengatakan bahwa perempuan yang bertanya
adalah Asma’. Dan Beliau bersabda”dan dua orang, dan dua orang, dan dua orang),
واثنين(
Dan dua) yaitu apabila ia ditinggal mati oleh anaknya, maka demikian pula
hukumnya.
E. Aspek Tarbawi
Berdasarkan matan hadis diatas dapat diambil
aspek tarbawinya, antara lain;
·
Rasulullah memberikan nasehat/ pengajaran kepada kaum
wanita di tempat yang terpisah atau secara tersendiri, biasanya tempat
pengajaran Rasulullah adalah masjid.
·
Bolehnya seorang murid menanyakan keterangan gurunya atau
seorang pengikut mengkritisi pendapat orang yang belum yang dipahaminya.
Jika
dikaitkan dengan tema yaitu masjid sebagai madrasah maka disini aspek tarbawi
nya dapat dilihat dari tempat pengajaran atau lembaga pendidikan Rasulullah dalam
mengajar. Nabi saw.tidak memiliki madrasah yang permanen.
Beliau tidak memiliki pondok pesantren untuk
pendidikan, tempat beliau duduk memberikan ceramah dihadapan para santrinya.
Namun, majelis-majelis keilmuan beliau luas, umum, dan universal( syamil),
laksana hujan turun disetiap tempat, memberikan manfaat kepada para orang-orang
khusus maupun orang-orang umum.[16]
Pada
umumnya sahabat berkumpul di masjid untuk menunaikan shalat-shalat fardhu, maka
beliau lebih banyak menyelenggarakan majelis-majelis keilmuan di masjid. Masjid
dengan demikian menjadi tempat yang resmi sekaligus murni untuk ilmu
pengetahuan, pendidikan, serta untuk mengulangi pelajaran, nasihat dan
petunjuk.[17]
Saat
itu kedudukan masjid adalah sebagai madrasah sekaligus kampus yang mendapatkan
kemuliaan dengan duduk dan munculnya orang yang secara terus-menerus
mendapatkan anugerah lebih dibandingkan seluruh individu umat ini, yaitu
junjungan kita Nabi Muhammad saw., untuk mengajar para sahabat, memberikan
manfaat, dan memberi petunjuk kepada mereka disitu.[18]
Masjid
sebagai tempat utama belajar, membuahkan pendidikan lebih terarah, sehingga
menjadikan masjid sebagai lembaga pendidikan yang terbentuk dengan sendiri nya.
Sebagai
lembaga pendidikan islam, Masjid dapat dikatakan sebagai madrasah berukuran
besar yang pada masa permulaan sejarah islam dan masa selanjutnya adalah
merupakan tempat menghimpun kekuatan umat islam baik dari segi fisik maupun
mentalnya.[19]
Masjid mempunyai peranan penting bagi masyarakat islam sejak awal sampai
sekarang.
Menurut
sejarah islam masjid yang pertama-tama dibangun Nabi adalah masjid At-Taqwa di
Quba pada jarak perjalanan kurang lebih 2 mil dari kota madinah ketika Nabi
berhijrah dari mekah .[20]
Rasulullah
membangun ruangan disebelah utara masjid madinah dan masjid Al-Haram yang
disebut Al-Suffah. Sementara suffah”emperan masjid” difungsikan sebagai
madrasah untuk belajar membaca dan memahami agama. Di suffah menetap para
sahabat yang tergolong fakir miskin yang tekun mempelajari ilmu. Mereka dikenal
sebagai ahli suffah.
Masjid
disamping tempat untuk bersembahyang, dipergunakan pula untuk mendiskusikan dan
mengkaji permasalahan dakwah islamiah pada permulaan perkembangan islam, yang
terdiri dari kegiatan bimbingan dan penyuluhan serta pemikiran secara mendalam
tentang suatu permasalahan dan hal-hal lain yang menyangkut siasat perang dalam
menghadapi musuh-musuh islam serta cara-cara menghahancurkan kubu pertahanan
mereka.
Kemudian
berturut-turut dibangunlah banyak masjid mengikuti penyebaran islam dan
penyebaran daerah/ wilayah kekuasaan pemerintah islam.
Oleh
karena itu masjid dalam sejarah islam adalah sebenarnya merupakan madrasah
pertama setelah rumah Dar al Arqam bin Al-Arrqam.
PENUTUP
Simpulan
Masjid
merupakam lembaga pendidikan islam yang sudah ada sejak masa nabi. Ia mempunyai
peranan penting bagi masyarakat islam. Masjid berfungsi sebagai tempat
bersosialisasi, tempat beribadah, tempat pengadilan, dsb. Tetapi yang lebih
penting adalah sebagai lembaga pendidikan.
Madrasah
merupakan pendidikan umum berciri khas agama. Perjalanan terbentuknya madrasah
adalah berawal dari kisah penyebaran agama Islam yang dilakukan Nabi dan Masjid
lah sebagai tempat utama belajar, membuahkan pendidikan lebih terarah, sehingga
menjadikan masjid sebagai lembaga pendidikan yang terbentuk dengan sendirinya.
DAFTAR PUSTAKA
Al Jumbulati.
Ali, At-Tuwaanisi. Abdul Futuh. 2002. Perbandingan Pendidikan Islam(edisi
terjemahan oleh H. M. Arifin). Jakarta: Rineka Cipta.
Al-Maliki,
M.Alawi. 2002. Prinsip-prinsip Pendidikan Rasulullah, (edisi terjemahan
oleh Muhammad Ihya Ulumiddin). Jakarta: Gema Insani.
Al-Maliki,
M.Alawi. 2009. Ilmu Ushul Hadis,(edisi terjemahan oleh Adnan, Qahar).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ibnu Hajar Al
Asqalani, Al Imam Al Hafiz. 2008. Fathul Baari penjelasan Shahih Bukhari,(edisi
terjemahan oleh Gazirah Abdi Ummah). Jakarta: Pustaka azam. Jilid ke-1.
Ibnu Hajar Al
Asqalani, Al Imam Al Hafiz. 2008. Fathul Baari penjelasan Shahih Bukhari,(edisi
terjemahan oleh Amiruddin). Jakarta: Pustaka azam. Jilid ke-7.
Ibnu Hajar Al
Asqalani, Al Imam Al Hafiz. 2007. Fathul Baari penjelasan Shahih Bukhari,(edisi
terjemahan oleh Amiruddin). Jakarta: Pustaka azam. Jilid ke-8.
Ibnu Hajar Al
Asqalani, Al Imam Al Hafiz. 2009. Fathul Baari penjelasan Shahih Bukhari,(edisi
terjemahan oleh Amruddin). Jakarta: Pustaka azam. Jilid ke-36
[11] Ibnu Hajar Al Asqalani, Al Imam Al Hafiz, Fathul Baari
penjelasan Shahih Bukhari 36, alih
bahasa Amruddn, (Jakarta: Pustaka azam, 2009), hlm. 169.
[12] Ibnu Hajar Al Asqalani, Al Imam Al Hafiz, Fathul Baari
penjelasan Shahih Bukhari 1, alih bahasa Gazirah Abdi Ummah, (Jakarta: Pustaka
azam, 2008), hlm. 376.
[13] Ibnu Hajar Al Asqalani, Al Imam Al Hafiz, Fathul Baari
penjelasan Shahih Bukhari 7, alih bahasa Amiruddin, (Jakarta: Pustaka azam,
2008), hlm. 29.
[15] Ibnu Hajar Al Asqalani, Al Imam Al Hafiz, Fathul Baari penjelasan Shahih
Bukhari 8, alih bahasa Amiruddin, (Jakarta: Pustaka azam, 2007), hlm. 197.
[16] Al-Maliki,
M.Alawi, Prinsip-prinsip Pendidikan
Rasulullah, alih bahasa Muhammad Ihya Ulumiddin, (Jakarta: Gema
Insani, 2002), hlm.5.
[19] Al Jumbulati.
Ali, At-Tuwaanisi. Abdul Futuh,. Perbandingan Pendidikan Islam, alih
bahasa H. M. Arifin,( Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), hal.22.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar